Thursday 15 January 2015

Makalah Tentang Pendidikan Usia Dini

Makalah Tentang Pendidikan Usia Dini

BAB I
 PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang
 Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna
dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang
sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan.
Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu pun yang luput dari
Pengawasan dan Kepedulian-Nya. merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan potensi
tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak.
Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan
kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan
perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia,
kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.
 Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses
pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam
fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun
sosialnya.
Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari
lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
2. Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang 
 dimilikinya.
3. Melatih mahasiswa dalam pengalaman langsung atau tidak langsung dalam
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi
lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama
pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai

menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab
sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam
memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara
menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan
sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infant (0-1 tahun)
Toddler (2-3 tahun)
Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya. 
Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat
melaksanakan tugas perkembangan dengan baik. 
Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. 
Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis. 
Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya fisik dan
psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:
1) PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental.
2) PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab
merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
3) Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik
maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada
akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
4) Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap
perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80%
perkembangan otak.
Page 2Makalah Tentang Pendidikan Usia Dini
5) Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik
semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang.
Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan
yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan sebagai berikut:
Komitmen Jomtien Thailand (1990)
’Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal.’
Deklarasi Dakkar (2000)
’Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara
komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
Deklarasi ”A World Fit For Children” di New York (2002)
‘Penyediaan Pendidikan yang berkualitas’
2.2 Landasan Yuridis Tentang PAUD
1. Pembukaan UUD 1945 ; ‘Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa.’
Amandemen UUD 1945 pasal 28 C
’Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.’
3. UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1)
’Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat.’
4. UU No 20/2003 pasal 28
1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau
informal.
3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul
Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman
Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
5) Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
2.3 Perkembangan Anak
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu
berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental
dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.
Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan
dan proses belajar dalam fase tertentu.
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga pendekatan perkembangan individu, yaitu Pendekatan

Pentahapan, diferensial dan isaptif. Khususnya pada pendekatan isaptif pada perkembangan anak mencakup
perkembangan psikososial, perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial,
perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan emosional.
tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah sebagai
berikut:
· Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap psikososial yang
terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi mengalami konflik anatara percaya dan tidak
percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta
kekhawatiran akan masa depan.
· Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu tahap
kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan.
Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka
adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari
kemauan mereka. Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk
menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
· Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan psikososial
ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari,
berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan
permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab
pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa
yang diinginkan, dan perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang
sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang
dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil
inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
· Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan yang
berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu
sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan
pengetahuan dan keterampilan intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai
keterampilan yang diberikan disekolah.
· Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu
perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini, anak dihadapkan pada
pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah
individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat
menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa anak kemasa remaja
maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan perasaan anak yang hampa dan bimbang.
· Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang dialami pada
masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain. Menurut erikson, keintiman
tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis
yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari
berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.
· Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan yang
dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang
dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis
pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian
akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
· Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir
masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang
dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri


dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup
sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama
ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa
putus asa.
Perkembangan Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai
berikut:
 1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun) Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri
anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan
untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata
terbesarnya adalah 'menangis'. Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar
dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung
boneka akan sangat membantu). 2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun) Pada usia ini anak menjadi 'egosentris',
sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga
memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka
sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam
menyampaikan cerita harus ada alat peraga. 3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun) Saat ini anak mulai
meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama).
Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Namun dalam menyampaikan berita Injil
harus diperhatikan penggunaan bahasa. Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan
dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami. 4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan
dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Namun
kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang
sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci utama emosi pada anak
yaitu :
perasaan marah 
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu
yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit.
Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
perasaan takut 
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang gaduh atau rebut.
Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu
mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
perasaan gembira 
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi
hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan
apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
rasa humor 

Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak
akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap
emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang
positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan
nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak
ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan
tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.4 peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi).
Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal
Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan
pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul
dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih
sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi
kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk
membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari
pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum
lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama
kaum ibu. Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang
membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir. Dengan
demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak
masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif. Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana 
orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika
anak-anak (usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak
mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa
depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi,
bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan
peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak.
Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas
anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah
oleh pihak orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini. Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga
Lebanon, Kahlil Gibran (1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di
zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita
hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa
memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan bagaimana seharusnya
kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi dalam
memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang ingin menjadikan anaknya berkembang secara
kreatif, dinamis, dan produktif.
Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil sejatinya diubah
Page 6Makalah Tentang Pendidikan Usia Dini
pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi
terus mengalir deras. Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya
dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya
secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap potensi
yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk
dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai dengan
masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi
yang memadai untuk menunjang perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak
kearah yang sempurna maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2
agustus 1996 pada seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera yaitu
bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga sejahtera adalah
keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang
menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.
2.5 Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun
psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Namun secara pasti berangsur-angsur anak akan terus belajar
dengan lingkungannya yang baru dan dengan alat inderanya, baik itu melalui pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan mapun pengecapan. Anak berkemungkinan besar untuk berkembang dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada taraf perkembangan tertinggi pada usia
kedewasaannya sehingga ia mampu tampil sebagai pionir dalam mengendalikan alam sekitar. Hal ini karena
anak memiliki potensi yang telah ada dalam dirinya.
Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan
sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta
arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu
mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak. Sebab jika potensi kecerdasannya tidak dibimbing dan
diarahkan dengan rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun dia memiliki bakat jenius aakan tidak
ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika seorang anak yang memiliki kecerdasan rata-rata atau normal bila
didukung lingkungan yang kondusif maka ia akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas diatas rata-rata atau
superior. Hal ini berarti lingkungan memegang peranan penting bagi pendidikan anak selain bakat yang telah
dimiliki oleh anak itu sendiri.
2.6 Karakteristik Belajar Anak
Menurut konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak seharusnya dikondisikan dalam suasana belajar aktif,
kreatif, dan menyenangkan lewat berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan
nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep berhitung, contohnya,
pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Hanya saja, meski sama-sama melalui cara yang menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia prasekolah
berbeda dari pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah bertujuan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan
mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja
untuk mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan
kecerdasannya.
Proses pembelajaran kepada anak harus sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep
membaca dan berhitung, contohnya, haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak. Yang tidak
kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya dan bukannya guru yang mendominasi
kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya "CBSA"
yang kerap diplesetkan sebagai "Catat Buku Sampai Abis".
Sementara pendidikan usia dini yang diberikan dalam keluarga juga harus berpijak pada konsep PAUD.

Artinya, pola asuh yang diterapkan orang tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu terbesar yang dimiliki anak
adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.
2.7 Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang pendidikan pra-sekolah, pasal 4 ayat (1) disebutkan
bahwa “bentuk satuan pendidikan pra-sekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan
Penitipan Anak serta bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri.
Kelompok Bermain
Pendidikan dini bagi anak-anak usia pra-sekolah (3-6 tahun) merupakan hal yang penting, karena pada usia ini
merupakan masa membentuk dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan
serta kemandirian maupun kemampuan bersosialisasi. Pada dasarnya dunia anak adalah dunia fundamental
dari perkembangan manusia menuju manusia dewasa yang sempurna. Disadari bahwa generasi merupakan
generasi penerus yang perlu dibina sejak dini, karenanya pembinaan sejak dini merupakan tanggung jawab
keluarga dan masyarakat. Pembinaan anak usia pra-sekolah terutama peranan keluarga sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah
salah satu bentuk usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki pendidikan dasar.
Selama tahun pra-sekolah, taman kanak-kanak, pusat penitipan anak-anak dan kelompok bermain semuanya
menekankan permainan yang memakai mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan merupakan
unsure yang penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan teman-teman sebayanya, anak dirangsang
dalam kemampuan mental seperti kecerdasan, kreativitas, kemampuan sosial yang sangat bermanfaat pada
masa kini dan masa yang akan datang. Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap perkembangan sosial
anak. Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa dengan berman mereka lebih banyak mengenal
benda-benda yang berguna bagi perkembangan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dengan mengenal benda
seperti mobil dapat mengembangkan rasa sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain eprgi
kesuatu tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya perkembangan teknologi menunjukan
makin menariknya teknis dan permainan elektronik bagi anak yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana
anak-anak sulit mendapat teman sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton atau bermain
sendiri tanpa memerlukan orang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun
psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang
cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif,
memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan
begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Page 8Makalah Tentang Pendidikan Usia Dini
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan
yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa
dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya.
Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari
lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu
berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental
dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.
 DAFTAR PUSTAKA
M. Taqiyuddin. (2005). Pendidikan Untuk semua (Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah). Cirebon:
STAIN Cirebon Press.
Purwanto. Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan teoretis dan praktis. Bandung: Rosda
Gunawan, Ari. (1995). Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta
Tilaar. (1992). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosda
Latif, Abdul. (2007). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Reflika Aditama
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI
Santoso,http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/MakalahTentangPend_EdySantoso_15219.pdf diakses tanggal 15 januari 2015

0 komentar:

Post a Comment

Komentar anda marupakan motivasi buat penulis...