MAKALAHINDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS
Dosen Pengampu :
Girivirya s.,M.Pd.,CHT-OHI
Oleh :
Darsani
Melani Metta Dewi
SEKOLAH
TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
TANGERANG-BANTEN
2014
KATA PENGANTAR
Namo
Buddhaya,
Kami bersyukur kepada para Buddha, Bodhisatva, dan
Mahasatva atas cinta kasih yang di berikan, kita bisa manyelesaikan makalah
ini. Kami berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami tidak merasa terbebani dengan tugas makalah,
tetapi kami berterima kasih kepada para dosen yang telah membimbing untuk terus
berusaha dan maju. Dengan motivasi yang
kuat tersusunlah makalah ini.
Makalah kami dibuat dengan penuh perhatian dan kerja
sama. Para anggota telah memberikan seluruh ide dan hasil pencarian yang telah
diberikan dalam tulisan ini. Kekompakan dalam mengerjakan harus tetap harmonis.
Makalah yang
kami buat akan mengupas tentang individu berkebutuhan khusus. Semoga makalah
yang kami buat ini bisa bermenfaat bagi kita semua, tak ada gading yang tak retak, kami harapkan
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Tangerang, Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. .... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. .... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
.......................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Hakikat Individu Berkebutuhan Khhusus..................................................
2.2.Individu Berkesulitan Belajar.....................................................................
2.3.Retardasi Mental........................................................................................
2.4.Gifted Dan Talented..................................................................................
2.5.Kelainan Perilaku........................................................................................
2.6.Autisme......................................................................................................
2.7.Kelainan Visual..........................................................................................
2.8.Kelainan Pendengaran................................................................................
2.9. Kelainan Fisik Dan Kesehatan..................................................................
3.0.Model Pendidikan Bagi Individu Berkebutuhan Khusus..........................
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan ................................................................................................
3.2.Saran ..........................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak-anak
berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam
jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak- anak normal pada
umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak
berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan
guru dalam upaya mengenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak
berkebutuhan khusus,maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus,
sesungguhnya banyak sekali variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak
yang mengalami kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun
masalah akademik. Kita ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik
saja ada tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh) dengan berbagai
derajat kelaianannya. Ini adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali.
Keadaan seperti ini sudah tentu harus dipahami oleh seorang guru, karena
merekalah yang secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah
kepada semua anak didiknya.
Namun keragaman yang ada pada anak-anak
tersebut belum tentu dipahami semua guru di sekolah. Oleh karena itu dalam
makalah ini, penulis ingin membahas tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
melalui pendekatan institusional.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dalam latar
belakang, maka penulis dalam hal ini akan merumuskan permasalahan dalam
beberapa pertanyaan.
1. Apa pengertian dan konsep anak berkebutuhan khusus?
2. Apa saja klasifikasi dan model layanan bagi anak
berkebutuhan khusus ?
3. Apa faktor yang dapat mempengaruhi anak sehingga
menjadi berkebutuhan khusus ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. HAKIKAT INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pada
saat ini dunia pendidikan mempunyai kewajiban untuk melayani berbagai jenis
individu berkebutuhhan khusus. Pada waktu sebelumnya, individu yang
berkebutuhan khusus di beri lebel anak luar biasa dan anak yang termasuk
kedalam kelompok anak luar biasa langsung dididik di sekolah luar biasa.
Seperti sekolah luar biasa penyandang tuna wicara, tuna grahita dan tuna netra.
Untuk individu yang memiliki kemampuan khusus dengan IQ tinggi, seperti anak
gifted, di Indonesia di didik di seolah umum, di dalam kelas akselerasi.
Individu
berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki cici-ciri khusus di dalam
perkembanagannya yang berbeda dari perkembangan secara normal. Penyimpangan perkembangan
tersebut dapat berbentuk penyimpangan intellgensi, yaitu intellgensi di bawah
normal yang di kenal dengan individu penyandang retardasi mental, atau
intelegensi di atas normal yang di kenal individu superior dan gifted.
Penyimpangan perilaku seperti attention
deficit/ hyperactivity disorder atau ADHD dan autisme. Penyimpangan dalam
perkembangan visual, seperti individu penyandang kebutaan atau tuna netra
penglihatan yang sangat rabun. Penyimpangan dalam perkembangan auditory,
seperti individu penyandang tuna wicara. Penyimpangan dalam perkembangan fisik,
seperti penyandang tuna daksa. Di samping itu, individu yang seharusnya tidak
bermasalah dalam belajar, akan tetapi, mengalami masalah belajar, yang di sebut
individu berkesulitan belajar.
2.2.
INDIVIDU BERKESULITAN BELAJAR
2.2.1 Hakikat Kesulitan Belajar
Kesulitan
belajar atau learning disorder yang
biasa juga disebut dengan istilah learning
disorter atau learning difficully adalah
suatu kelainan yang membuat individu yang bersangkutan sulit untuk melakukan kegiatan
belajar secara efektif. Factor yang menjadi penyebab kesulitan belajar tidak
mudah untuk ditetapkan karena factor tersebut bersifat kompleks.
2.2.2 Definisi
Kesulitan Belajar
Bahwa
salah satu penyebab dari kesulitan belajar adlah karena disfungsi otak yang
terjadi secara minimal atau minimal brain dysfunction. Oleh sebab itu, otak
marupakan perangkat yang penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan manusia
dalam melakukan berbagai kegiatannya, termasuk kegiatan belajar. Markam &
Yani (1978 : 8-3) dan Enchanted learning
(www.enchantedlearning.com,2009),
secara rinci menguraikan tentang otak dan fungsi otak dalam kegiatn hidup manusia seperti berikut ini. Cerebellum atau otak kecil, dan brain stem atau batang otak. Otak
terbagi dalam berbagai area yang mengontrol fungsi-fungsi tertentu yang
berhubungan dengan kegiatan hidup manusia.
2.2.3 Karakteristik Individu
Berkesulitan Belajar
Reid
(1986 : 12) mengemukakan pendapatnya bahwa kesulitan belajar biasanya tidak
dapat diidentifikasikan sampai anak mengalami kegagalan dalam menyelasaikan
tugas tugas akademik yang harus dilakukanya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa
siswa yang teridentifiksi mengalami kesulitan belajar memiliki cirri-ciri antara
lain seperti dibawah ini.
·
Memiliki tingkat inteligensi (IQ) normll
bahkan diatas normal atau sedikit di bawah normal berdasarkan tes IQ. Namun
siswa yang memiliki IQ sedikit di bawah normal bukan karena IQ-nya yang di
bawah normal, akan tetapi, kesulitan
belajar yang di alaminya menyebabkan ia mengalami kesulitan dalam menjalani tes
IQ sehingga memperoleh score yang
rendah.
·
Mengalami kesulitan dalam beberapa mata
pelajaran akan tetapi menun jukan nilai yang baik pada mata pelajaran yang
lain.
·
Kesulitan belajar yang di alami siswa
yang berkesulitan belajar berpengaruh
pada keberhasilan belajar yang di capainya sehingga siswa tersebut dapat di
kategorekan ke dalam lower achiever (siswa
yang pencapaian hasil belajar di bawah potensi yang di milikinya).
2.2.4 Kesulitan Belajar
dan Kesejahteraan Sosial Ekonomi
Kesulitan
belajar yang tidak mendapatkan intervensi secara tepat akan menimbulkan
berbagai kerugian social dan ekonomi bagi individu tersebut. Seperti penelitian yang di lakukan di US selama 36
bulan oleh Taylor & Barush (2004:175-183) terhadap individu yang berusia 34
tahun menunjukan bahwa 22,9 % penerima
tunjangan kemiskinan adalah individu yang berkesulitan belajar, 32% tidak tamat
sekolah lanjutan (SMP dan SMA). Selanjutnya penerima tunjangan kemiskinan yang
terlalu lama, tidak sanggup menghidupi keluarga dan pekerjaan yang mereka
miliki. Hal ini di perkuat oleh penelitian yang di lakukan oleh F. Margai &
N. Henry (2003:13) menunjukan bahwa jumlah individu yang berkesulitan belajar
semakin meningkat.
2.2.5 Kesulitan Belajar
dan Gender
Penelitian
yang di lakukan oleh Counthino dan Oswald (2005:15-17) menunjukan bahwa
laki-laki lebih banyak di temukan di sekolah luar biasa dari pada anak
perempuan. Selanjutnya, kedua peneliti tersebut mengungkapkan bahwa 73% dari
individu yang mengalami kesulitan belajar adalah laki-laki.penelitiaan ini
mengoreksi hasil penelitian yang di lakukan oleh Bandian (1999:138-138)
terhadap lebih 400 anak laki-laki dan perempuan menunjukan bahwa tidak ada
pengaruh jender terhadap kesulitan belajar.
Suatu
penelitiaan yang di ikuti oleh 126 responden yang berusia 12-18 tahun, yang
secara sukarela bersedia di interview dengan 74 pertanyaan yang berkaitan
dengan pendidikan khusus, kenakalan remaja, perkembangan litaratur anak dan
remaja. Kemudian pertanyaan tersebut di klasifikasikan ke dalam lingkungan
sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan pribadi.berdasarkan hasil interview di
peroleh data bahwa anak yang terlibat kenakalan remaja dalam tarap yang berat
sebaiknya di sekolahkan di sekolahluar biasa. Penelitian ini di perkuat oleh
Zabel dan Nigro (1999:2-40) menunjukan bahwa 78,6% anak perempuan yang
menunjukan perilaku distruktif karena berkesulitan belajar di sekolahkan di
sekolah luar biasa.
2.2.6 Kesulitan Belajar
dan Kriminalitas
Hasil
penelitian yang di lakukan oleh wong (2002) terhadap anak penghuni penjara
menunjukan bahwa mereka adalah sekelompok anak yang mengalami kesulitan
belajar. Temuan penelitian ini juga memperkuat penelitian zabel dan nigro
(1999:2-40).
2.3
RETARDASI MENTAL
2.3.1 Hakikat Retardasi
Mental
Retardasi
mental di kenal dengan disabilitas inteligensia atau di Indonesia di kenal
dengan tuna grahita adalah individu yang mengalami keterbatasan mental.kondisi
ini menyebabkan individu yang bersangkutan mengalami hambatan dalam belajar,
melakukan berbagai fungsi dalam kehidupannya serta dalam penyesuaian diri.
2.3.2 Klasifikasi
Retardasi Mental
Dsisabilitas
inteligensia atau retardasi mental dapat dikelompokan kedalam lima kelompok,
seperti yang di gambarkan dalam diagram berikut ini (Kirk & Gallagher,
1986, DSM_IV, 2000, Heward & Orlansky,1984)
Klasifikasi
Retardasi Mental
Kelompok
|
IQ
|
Istilah
Pendidikan
|
Kemampuan
Pengembangan Diri
|
|||
Sebelu-mnya
|
Saat ini
|
Stanford Binet
|
wechsker
|
|||
Dapat
mencapai kemampuan anak usia
7-12 tahun
dapat menguasai kemampuan akademik setingkat
kelas 4 sekolah dasar
dapat
mennolong diri
|
||||||
moron
|
Mild
|
52-68
|
55-75
|
Educable (mampu didik)
|
||
sendiri
dan memiliki keterampilan adaptasi social
dapat
melakukan pekerjaan yang sederhana (unskilled work)
|
||||||
Imbe-cile
|
Mode-rate
|
36-51
|
40-54
|
Trainable (mampu latih)
|
dapat
mencapai kemampuan anak usia 2-7 tahun
dapat
menguasai keterampilan akademik dasar secara terbatas
dapat
menolong diri sendiri dan memiliki keterampilan social yang terbatas
dapat
melakukan pekerjaan sederhana dan rutin dengan supervise penuh
|
|
Idiot
|
Severe
|
20-35
|
25-39
|
Mampu rawat
|
Dapat
mencapai kemampuan anak berusia 2 tahun
Selalu
membutuhkan bantuan orang lain dalam segala bidang kebutuhan hidup
|
|
Profound
|
19
ke bawah
|
24
ke bawah
|
Mampu rawat
|
Tidak
da mencapai kemampuan anak usia 2 tahun
Selalu
membutuhkan bantuan orang lain dalam segala bidang kebutuhan hidup
|
||
Sumber : Diadaptasi oleh penulis dari
berbagai sumber relevan.
|
2.3.4 Faktor Penyebab Redartasi
Mental
Fatktor-faktor
penyebab redartasi mental menurut Kick
& Gallagher, 1986:125, Heward
& Orlansky, 1984:87 di antaranya
sebagai berikut:
·
Genetis
Disorder atau kelainan genetik, tetapi kelainan itu sangat
jarang kecuali berkaitan dengan down syndrome
dan phenylketorunia
·
Down
Syndrome marupakan kelainan bawaan yang secara mudah dapat di
ketahui dari ciri ciri fisik yang tampak dari individu penyandang kelainan itu.
·
Phenylketonuria
adalah
kondisi yang di sebabkan oleh genetic irregularities, yang dapat di sebabkan
oleh kerusakan salah satu gen yang menyebabkan mental retardasi berat.
·
Toxic
Agent dan Infectious
Diseases atau zat pembawa racun dan
penyakit infeksi yang di alami ibu pada waktu mengandung sehingga menganggu
keseimbangan bio kimia dalam kandungan
ibu hamil, seperti virus dan bakteri.
·
Fetal
Alcohol Syndrome adalah kondisi yang di alami bayi di dalam
kandungan dari ibu yang pencandu alcohol.
·
Lead
Poisoning atau
keracunan limbah kimia.
·
Infectious
Diseases penyakit yang di sebabkan oleh virus dan infeksi
seperti syphilis, rubella, encephalitis, meningitis dapat menyebabkan reardsi
mental.
·
Polygenic
Inheritance. Karakteristik manusia seperti warna
kulit, warna rambut, tinggi badan dan bentuk tubuh serta potensi intelegensi adalah hasil interaksi dari sejumlah besar
gen yang beroperasi secara serantak.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pembahasan untuk menjawab rumusan masalah dapat ditarik kesimpulan, bahwa
Berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Ada perbedaan
yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan khusus dengan luar biasa atau
berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai
prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal, sedang pada luar biasa
atau berkelainan adalah kondisi atau keadaan anak yang memerlukan
perlakuankhusus. Pengelompokkan anak berkebutuhan khusus hanya diperlukan untuk
kebutuhanpenanganan anak secara klasikal, sedangkan untuk kepentingan yang
bersifat sosial anakberkebutuhan khusus tidak perlu dikelompokkan. Anak
berkebuthan khusus dapatdikelompokkan menjadi Kelainan Mental (Mental Tinggi,
Mental Rendah, BerkesulitanBelajar Spesifik). Kelainan Fisik (Kelainan Tubuh,
Kelainan Indera Penglihatan, KelainanIndera Pendengaran, Kelainan Wicara).
Kelainan Emosi (Gangguan Perilaku, GangguanKonsentrasi (ADD/Attention Deficit
Disorder), Anak Hiperactive (ADHD/Attention Deficitwith Hiperactivity
Disorder). Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
dapatdikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu : bentuk layanan pendidikan
segregasi danbentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi Terdapat tiga factor
yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnyakebutuhan khusus pada
seorang anak yaitu : (1) Faktor internal pada diri anak. (2) Faktoreksternal
dari lingkunan, dan (3) Kombinasi dari factor internal dan eksternal
(kombinasi). 10
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. ”Mental
Retardation.” In Diagnosis and Statistical Manula of Mental Disorders,
4th ed., text revision.
Washington,
DC: American Psychiatric Press, Inc., 2000.
American Association on Mental Retardation
(AAMR). 444 North Capitol street,
NW,
Washington, D.C. 2000. (800) 423-3688.
Armstrong, F.
Spaced Out: Policy, Difference and the
Challenge of Inclusive Education, Netherlands: Kluwer. (2003)
Bloomquist. L Michael. Skills Training for children with Behavior
Problems. New York : The Guilford Press
Ozikas, Vasilis, MD, et al.” Gabapentin for
Behavioral Dyscontrol with Mental Retardation.” American Journal Psychiatry June 2001:965-966.
Booth, T. Storeisof
exclution: natural and unnatural selection , in E. Blyth and J, Milner (eds),
Exclution from school: Inter-Professional Issues for Policy and Practice,
London: Routledge. 1996
Barton, L ‘Inclusive Education: romantic,
subversive or realistic?’ International
Journal of Inclusive Education. 1997. 1,3 p.231-42.
Clough, P. and Corbett, J. Theories of Inclusive Education-A Student’
Guide. London : Paul Chapman. 2000
Heward L. William & Orlansky D Michael. Exceptional Children. Commbus: Charles
E Merrill Publishing Company. 1984
Haris L. Sandra (ed). Self Help Skills for People with Autisme: A Systematics Teaching
Approach. USA : Woodbine House. 2007
Haris L. Sandra (ed). Visual Support for People with Autisme: A Guide for Parent &
professional. USA: woodbine House. 2007
Jaffi, Jerome, M.D. “Mental Retardation.” In Comprehensive Textbook of Psychiatry,
edited by Benjamin J. Sadock, MD, and Virginia A. Sadock, MD. 7th
edition. Philadelphia, PA: Lippincott Williams and Wilkins, 2000
Julian, Jhon N. “Mental Retardation.” In Psychiatry Update and Board Preparation,
edited by Thomas A. Stren, MD, and Jhon B, Herman, MD. New York: Mcgraw Hill,
2000
0 komentar:
Post a Comment
Komentar anda marupakan motivasi buat penulis...