KREATIVITAS,INTELEGENSI DAN PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi mata kuliah
psikologi pendidikan
Dosen pengampu : Girivirya.M.Pd.CHT-QHI
Dharmacarya semester II
Disusun oleh : Kelompok III
DWI WAHYU NINGSIH
Dan
SANTI NOVIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
TANGERANG – BANTEN
2014
KATA PENGANTAR
Namo
Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhasa
Namo
Buddhaya,
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang Tiratana. Berkat
limpahan karma baik kami dapat menyelesaikan makalah Bimbingan Psikologi
Pendidikan ini tepat pada waktunya. Makalah ini sebagai salah satu tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan. Kami berterimakasih kepada pihak yang ikut serta
dalam penyusunan makalah ini dan kami menyadari bahwa Penyusunan makalah ini
juga masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang kami susun dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Sabbe
Satta Bhavanthu Sukhithatta
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia
Sadhu
Sadhu Sadhu
Tangerang,
maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR
ISI ...............................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................................
A. LATAR
BELAKANG ............................................................................
B. RUMUSAN
MASALAH ........................................................................
C. TUJUAN
MAKALAH ............................................................................
BAB
II PEMBAHASAN ...............................................................................
A. PENGERTIAN
KREATIVITAS ............................................................
1. Berbagai
pendangan tentang kreativitas ............................................
2. Aspek-aspek
yang mempengaruhi kreativitas ....................................
3. Karakteristik
kreativitas .....................................................................
4. Kreativitas
dan perkembangan kognitif anak usia taman
kanak-kanak .......................................................................................
5. Strategi
dan pengembangan kreativitas dan pengembangan
Kemampuan
kognitif ..........................................................................
6. Pemanfaatan
kemampuan berpikir simbolik dalam
Pengembangan
kreativitas anak .........................................................
7. Implikasi
berpikir simbolik dalam pengembangan kreativitas
Anak ...................................................................................................
8. Mengemas
kreativitas dan kemampuan berpikir simbolik dalam
Pengembangan
kemampuan dasar IPA Anak Usia Taman
Kanank-Kanak ...................................................................................
B. PENGERTIAN
HAKIKAT INTELEGENSI .........................................
1. Teori
– teori intelegensi ......................................................................
2. Pengukuran
potensi intelegensi ..........................................................
3. Kecerdasan
emosi ..............................................................................
BAB III PENUTUP ...........................................................................................
KESIMPULAN....................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kreativitas
merupakan anugrah yang tidak boleh disia-siakan dan harus dikembangkan secara
maksimal. Kreativitas pada anak ditaman kanak-kanak ditampilkan dalam berbagai bentuk,
baik dalam membuat gambar yang disukainya maupun dalam bercerita. Kreativitas
adalah sesuatu yang dimiliki secara alamiah, yang mutlak memerlukan latihan
untuk membangkitkan dan mengembangkannya dengan cara yang tepat.
Kreativitas, disamping bermakna baik
untuk pengembangan diri juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia.
Kreativitas erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kreativitas sangat
dibutuhkan individu untuk bisa melewati seleksi alam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Pengertian
Kreativitas.
2.
Pengerian Intelegensi.
C. TUJUAN
MAKALAH
1. Menjelaskan
apa itu pengertian Kreativitas.
2. Menjelaskan
pengertian Intelegensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kreativitas Dan Pembelajaran
Kreativitas
adalah suatu ungkapan yang tidak asing lagi didalam kehidupan sehari – hari,
khususnya bagi anak prasekolah yang selalu berusaha menciptakan sesuatu yang
baru sesuai dengan fantasinya.
1.
Berbagai
Pandangan Tentang Kreativitas
a. Kreativitas
Sebagai Kontrol Terhadap Regressi
Kreativitas merupakan kemampuan
seseorang untuk mengendalikan tekanan regressi yang dialaminya. Definisi ini
didasarkan pada pandangan atau teori psikoanalisis. Pandangan psikoanalisis
tentang kepribadian manusia dapat dijelaskan berdasarkan tingkat kesadaran
manusia : sadar, ambang kesadaran dan tidak sadar. Selanjutnya psikoanalisi
memandang kepribadian manusia terdiri dari Id, Ego, dan Super ego. Id berkaitan
dengan ketidaksadaran yang bersifat instingtif dan mencari kesenangan. Ego
berkaitan dengan kesadaran dn tanggung jawab yang berfungsi mengontrol
tekanan-tekanan yang dikeluarkan oleh Id. Super ego mewakili kesadaran manusia
terhadap nilai-nilai ideal yang ada di masyarakat.
b. Kreativitas
Sebagai Aspek Kepribadian
Carl roger dan Abraham
Maslow, mendefinisikan kreativitas sebagai aspek kepribadian yang berkaitan
dengan aktualisasi diri. Menurut Roger pengungkapan kreativitas seseorang
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan :
1. Kemampuan
untuk menerima keunikan individuu sebagai sesuatu yang mengandung arti.
2. Kebebasan dalam mengekpresikan perasaan atau
pikiran.
3. Kesediaan untuk menerima cara pandang orang
lain.
4.
Kemampuan untuk tidak
tergantung pada hasil evaluasi orang lain terhadap pengungkapan perasaan dan
pikiran.
c. Kreativitas
Sebagai Kemampuan Mental
1. Teori
Gestalt
Proses
berpikir produktif melalui keyakinan teori ini tentang konsep yang berkaitan
dengan tahap-tahap berpikir yang berpusat pada pemecahan masalah. Pemecahan
masalah adalah proses yang terjadi dalam empat
fase sebagai berikut :
a. Fase
persiapan yaitu fase pengumpulan informasi-informasi yang berkaitan dengan
masalah yang sedang dipecahkan.
b. Fase
pematangan informasi-informasi yang telah terkumpul.
c. Fase
illuminasi yaitu penemuan cara-cara yang perlu dilakukan untuk memecahkan
masalah.
d.
Fase verifikasi yaitu
kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengevaluasi apakah langkah-langkah
yang akan digunakan dalam pemecahan masalah akan memberikan hasil yang sesuai.
2.
Teori Psikometrik
Tokoh
teori psikometrik, seperti J.P Guilford dan E. Paul Torrance menekankan
kemampuan mental dalam mengolah informasi yang menjadi dasar bagi terjadinya
proses kreatif. Pendekatan psikometrik yaitu penentuan kreativitas seseorang
atau ketidak kreativas seseorang berdasarkan hasil tes kreativitas yang
dijalaninya.
3. Teori
Belahan Otak
Teori
belahan otak merupakan teori yang berangkat dari hasil kajian tentang
fungsi-fungsi belahan otak (hemisper), baik belahan otak kiri atau kanan yang
berfunsi secara khusus dalam memproses informasi-informasi yang diterima oleh
otak tersebut.
Belahan
otak kiri berfungsi untuk memproses informasi-informasi yang berkaitan
dengan verbal dan menghendaki proses
berpikir secara analis, abstrak, logis, dan operasi (kegiatan/prosedur) yang
mengandung urutan serta mengatur kegiatan tubuh yang paling kanan. Belahan otak
kanan berfungsi memproses informasi-informasi yang bersifat non verbal, dan
menghendaki penggunaan proses berpikir secara holistik, intuitif, dan
imajinatif serta mengontrol kegiatan tubuh paling kiri. Hasil kerja otak bagian
kanan adalah kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru, misalnya musik
dengan gaya baru atau karya tulis dengan aliran baru, dll.
Pada
hakekatnya kedua belahan otak ini saling bekerja sama karena berhubungan
melalui syaraf-syaraf yang terdapat dalam corpus callosum, yang membedakan
fungsi otak kiri dan kanan adalah cara-cara yang digunakan dalam mengolah dan
menyelesaikan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh kedua fungsi otak tersebut.
d. Kreativitas
Sebagai Aktualisasi Kegiftedan Dan Keberbakatan
Clark
mengemukakan bahwa kreativitas adalah ekspresi tertinggi dari kemampuan
individu yang dikelompokkan kedalam gifted dan berbakat yaitu individu yang
memiliki tingkat intelegensi 130-150.
2.
Aspek
– Aspek Yang Mempengaruhi Kreativitas
a. Aspek
kemampuan Kognitif (kemampuan berpikir)
Aspek
kemampuan Kognitif (kemampuan berpikir) merupakan salah satu aspek yang
berpengaruh terhadap munculnya kreativitas seseorang.
b. Aspek
Intuisi dan imajinasi
Intuisi
dan Imajinatif merupakan aspek lain yang mempengaruhi munculnya kreativitas.
c. Aspek
pengindraan
Aspek
pengindraan yaitu kemampuan menggunakan pancaindra secara peka.
d. Aspek
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan
emosi adalah aspek yang berkaitan dengan keuletan, kesabaran dan ketabahan
dalam menghadapi ketidak pastian dan berbagai masalah yang berkaitan dengan
kreativitas.
3.
Karakteristik
Kreativitas
a. Kelancaran
Kelancaran
yaitu kemampuan untuk memberikan jawaban dan mengemukakan pendapat atau ide-ide
dengan lancar.
b. Kelenturan
Kelenturan
yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah.
c. Keaslian
Keaslian
yaitu kemampuan menghasilkan berbagai ide atau karya yang asli hasil pemikiran
sendiri.
d. Elaborasi
Kemampuan
untuk memperluas ide dan aspek-aspek yang mungkin tidak terpikirkan atau
terlihat oleh orang lain.
e.
Keuletan dan Kesabaran
4.
Kreativitas
Dan Perkembangan Kognitif Anak Usia Taman Kanak-Kanak
Perkembangan
kognitif dalam fase ini di tandai dengan kemampuan anak untuk melakukan
kegiatan reprentasi mental yaitu suatu kemampuan untuk menghadirkan benda,
objek, orang dan peristiwa secara mental. Kemampuan menghadirkan sesuatu objek,
orang dan peristiwa secara mental disebut juga kemampuan berpikir secara
simbolik.
a. Karakteristik
Berpikir Praoperasional
1. Melakukan
peniruan tingkah laku yang ditampilkan oleh orang, binatang atau peristiwa yang
ada disekitarnya.
2. Bermain
simbolik yaitu kegiatan bermain yang menghadirkan objek yang terlibat dalam
kegiatan bermain secara simbolik.
3. Bahasa
simbolik yaitu kegiatan bercakap-cakap yang dilakukan anak pada waktu bermain
simbolik.
b. Keterbatasan
Kemampuan Berpikir Anak Pada Fase Praoperasional
1. Berpusat
pada satu objek dan mengabaikan objek yang ada disekitar objek tersebut.
2. Belum
mampu berpikir secara logis.
3. Belum
mampu memahami kejadian-kejadian yang berkaitan dengan observasi (pemahaman
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam ukuran jumlah, bidang, dan
volume).
4. Tidak mampu dalam memahami irreversibility,
suatu prosedur kegiatan yang dapat dilakukan secara terbalik.
5.
Egosentris yaitu
ketidak mampuan untuk melihat sesuatu dari sisi pandang orang lain.
5.
Strategi
Pengembangan Kreativitas Dan Pengembangan Kemampuan Kognitif.
Pengembangan
kteativitas anak di Taman Kanak – Kanak perlu dikemas dengan strategi tertentu
yang dapat mendorong munculnya kreativitas anak. Pengembangan kreativitas anak
dilakukan secara bertahap yang berkaitan
dengan pengembangan kemampuan berpikir dan usaha pengembangan sikap yang
dituntut dalam pengembangan kreativitas tersebut. Kemampuan untuk berpindah
dari tahap awal ketahap selanjutnya sangat dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial yang terbentuk dari sikap
yang terwujud dalam bentuk sikap terhadap kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan
kreativitas.
6.
Pemanfaatan
Kemampuan Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kreativitas Anak
Kemampuan
ini merupakan pintu untuk menumbuh kembangkan kreativitas anak. Fantasi atau
imajinasi yang hadir dalam masa praoprasional tampil dalam berbagai aktivitas
anak, baik pada waktu bermain, berbicara ataupun melakukan sesuatu kegiatan
yang lain. Semua hal tersebut adalah refleks dari kreativitas anak.
7.
Implikasi
Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kreativitas Anak
a. Memberikan
berbagai kesempatan untuk kemunculan perilaku yang kreatif.
b. Memperlihatkan
pada anak bahwa fantasi yang ditampilkannya memilki nilai-nilai tertentu.
c. Meminta
anak untuk menceritakan tentang fantasinya.
d.
Hindari memberikan
contoh atau mengarahkan pemikiran anak.
8.
Mengemas
Kreativitas Dan Kemampuan Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan Kemampuan Dasar IPA
Anak Usia Taman Kanak-Kanak
a. Strategi
Penyajian Pembelajaran Ipa
Cara
berpikir alamiah ini terwujud dalam serangkaian kegiatan yang dimulai dari
menyadari adanya suatu permasalahan, menemukan fakta-fakta yang berkaitan
dengan permasalahan, menemukan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan,
mengemukakan hipotesis dan menguji kebenaran hipotesis.
Pengenalan
anak terhadap berbagai konsep yang berkaitan dengan IPA dilakukan dengan
kegiatan yang disajikan secara berurutan.
b. Strategi
Pengemasan Kreativitas Dan Kemampuan Berpikir Simbolik Dalam Pengembangan
Kemampuan Dasar IPA
1. Pemanasan
(keterbukaan terhadap ide-ide dan pikiran baru)
Dalam
fase ini guru mengajak anak untuk mendiskusikan berbagai ide dan saran tentang
kegiatan yang akan dilakukan. Pertanyaan tersebut yang akan memunculkan konflik
yang akan menimbulkan berbagai ide dan pikiran dari anak yang menghasilkan
berbagai pendapat yang tepat pada saat itu.
2. Menemukan
Fakta
Menemukan
fakta merupakan salah satu strategi yang dalam melakukan teknik penemuan
ide-ide.
3. Menemukan masalah (analisis)
Guru
mengajak anak menemukan masalah-masalah yang terkait dengan topik atau objek
yang dibahas.
4. Mengemukakan
hipotesis (sintesis)
Guru
mengajak anak untuk mencari pemecahan atau solusi untuk menyelesaikan masalah.
5. Pembuktian kebenaran hipotesis (Evaluatif)
Dalam
fase pembuktian kebenaran hipotesis guru hendaknya menyajikan kegiatan aktual
yang dapat memberikan pengalaman secara kongrit kepada anak tentang pengujian
hipotesis yang diajukannya.
B.
Pengertian
Hakikat Inteligensi
Intelegensi
merupakan interaksi aktif antara kemampun yang dibawa sejak lahir dengan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan yang menghasilkan kemampuan individu
untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan pengetahuan, mengerti makna dari
konsep konkrit dan konsep abstrak memahami hubungan-hubungan yang ada diantara
objek, peristiwa, ide dan kemampuan dalam menerapkan hal diatas untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
1. Teori-Teori
Inteligensi
Teori-teori inteleginsi dikembangkan
berdasarkan dua pendekatan: (1) Oleh Spearman,Thurstone, Guilford dan Cattel
& Horn, yaitu teori inteligensi yang menerapkan teknik statistic (analisis
faktor). (2) Oleh Stenberg dan Gardner, yaitu teori berdasarkan proses
penggunaan informasi dalam memecahkan masalah.
Paik menjelaskan teori inteligensi
berdasarkan nature of intelligence. Ia
menjelaskan bahwa pada hakikatnya teori inteligensi di bagi ke dalam dua
klasifikasi sebagai berikut.
a. Teori
inteligensi yang dibangun berdasarkan keyakinan bahwa inteligensi seseorang
berasal dari satu kemampuan umum yang disebut general intelligence yang dikenal dengan istiah faktor G.
b.
Teori inteligensi yang
dibangun berdasarkan keyakinan bahwa inteligensi tidak hanya ditentukan oleh
faktor G, akan tetapi terdapat beberapa jenis inteligensi atau yang dikenal
dengan istilah multiple intelligences.
Teori
Inteligensi Spearman
Charles Edward Spearman (1863-1945)
merupakan ahli psikologi berkebangsaan Inggris dengan temuanya tentang teknik
statistic untuk mengetahui korelasi di antara variable-variabel penelitian.
Selanjutnya pada tahun 1904, ia mengembangkan teorinya tentang inteligensi
manusia, khususnya yang berkaitan dengan disparitas atau perbedaan skor
kognitif yang merefleksikan satu faktor yang bersifat umum dengan istilah G
faktor.
Analisis faktor adalah suatu bentuk
teknik statistic yang digunakan untuk menemukan hubungan yang ada di antara dua
jenis variable yang kelihatannya ada hubungan. Teknik ini memungkinkan orang
untuk melihat variable mana yang memiliki data saling berhubungan dan bagaimana
keeratan hubungan tersebut. Hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan positif,
hubungan negative, dan tidak ada hubungan.
Dalam
inteligensi faktor g adalah faktor yang berkaitan dengan inteligensi umum, yang
merupakan kapasitas inteligensi yang dibawa sejak lahir dan mempengaruhi
seluruh kemampuan individu.
Teori
Inteligensi Thurstone
Psychologist
Louis L. Thrustone (1887-1955) mengemukakan tidak memfokuskan teori
inteligensinya pada satu faktor yaitu g faktor. Akan tetapi ia menekankan
inteligensi pada tujuh kemampuan mental utama yang berbeda.
(Thurstone,
1938) kemampuan mental tersebut meliputi:
1.
Verbal
comprehension (kemampuan dalam pemahaman bahasa)
2.
Reasoning
(kemampuan berpikir logis)
3.
Perceptual
speed (kemampuan dalam menditeksi kesamaan
atau perbedaan dari berbagai desain/gambar)
4.
Numerical
ability (kemampuan berhitung)
5.
Word
fluency (kemampuan berpikir tentang kosa kata
secara tepat)
6.
Associative
memory (ingatan asosiatif)
7.
Spatial
visualization (kemampuan dalam menentukan bentuk
benda dalam posisi yang telah berubah)
Dalam
penelitiannya tentang inteligensi, Thurstone menggunakan faktor analisis dalam
mengolah skor tes inteligensi dari sejumlah besar anak yang berpartisipasi
dalam tes tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketujuh
kemampuan mental tersebut berkorelasi positif antara satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, apabila seorang anak mendapatkan skor yang tinggi pada
kemampuan dalam bahasa maka ia akan memperoleh skor yang tinggi pula dalam
kemampuan mental lainnya.
Teori Inteligensi
Guilford
J.P Guilford
(1897-1987) merupakan pakar inteligensi utama dalam abad modern yang menekankan
multiple cognitive abilities atau
kemampuan kognitif majemuk. Melalui penelitian yang dilakukan ia menemukan tiga
komponen inteligensi yaitu: operasi inteligensi, isi inteligensi, dan produk
inteligensi.
Operasi inteligensi
mencakup : kognitif, memori, berpikir divergen, berpikir konvergen, dan
evaluasi. Isi inteligensi mencakup : figural, symbol, semantic dan perilaku.
Produk inteligensi terdiri dari : unit, klas, relasi, sistem, transformasi, dan
implikasi. Dapat disimpulkan bahwa Guilford menggunakan faktor analisis dalam
melakukan mengolah data penelitiannya tentang intellegensi yang dapat
digambarkan melalui gambar kubus tiga dimensi yang membentuk 150 faktor.
Teori Inteligensi
Cattel & Horn
R.B Cattel
(1965) dan J.L Horn (1967) mengemukakan dua dimensi inteligensi yang disebut
dengan istilah fluid intelligence
(Gf) dan crystallized intelligence
(Gc). Fluid intelligence berkaitan dengan kemampuan untuk mengembangkan teknik
pemecahan masalah yang baru dan berbeda dari sebelumnya.
Crystallized
intelligence berkaitan dengan kemampuan mengemukakkan
pengalaman-pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya dalam memecahkan masalah
yang dihadapi. Kemampuan ini mencakup kemampuan dalam mengguakan informasi umum
untuk mempertimbangkan sesuatu dan memecahkan masalah.
Teori Inteligensi
Strenberg
Psychologist
Robert Sternberg mendefinisikan inteligensi sebagai aktivitas mental yang
diarahkan pada kegiatan yang bertujuan untuk menyesuaikan diri, memilih dan
membentuk lingkungan yang sesuai dengan kehidupan individu.
Pada
hakikatnya ia mendukung penapat Gardner yang mendefinisikan inteligensi dalam
lingkup yang lebih luas dari general
ability akan tetapi ia berpendapat bahwa rumusan definisi Gardner lebih
cocok diterapkan untuk mengetahui bakat seseorang. Teori inteligensi yang
dikembangkan oleh Stenberg dikenal dengan istilah Triarchic Theory of Intelligence.
Componential
Subtheory
Disebut juga
dengan istilah Analytical Intelligence yang
berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah. Pemecahan masalah ini dilakukan
berdasarkan operasi mental secara bersamaan yang disebut metacomponents yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam rangka
pemecahan masalah dan keputusan yang diambil dalam pemecahan masalah tersebut. Analytical intelligence mencakup:
1.
Metacoponents
berfungsi mengontrol, memonitor dan mengevaluasi proses kognitif. Ketiga aktivitas
mental tersebut disebut executive
functions yang bekerja untuk mengatur dan mengorganisasi komponen
pencapaian hasil atau performance
components.
2.
Performance
Components berfungsi melaksanakan strategi yang
telah dibangun oleh metacomponents. Komponen ini merupakan operasi dasar yang
selalu melibatkan kegiatan kognitif, lalu melakukan perhitungan yang diikuti
oleh pertimbangan dengan membandingkan informasi yang dilaksanakan dengan jalan
memanggil kembali ingatan jangka panjang.
3.
Knowledge
acquisition components yaitu proses yang
digunakan dalam memperoleh dan menyimpan pengetahuan baru. Kemampuan ini
membantu manusia untuk mengingat hal-hal yang telah dipelajari dan
mengklasifikasikan hal-hal tersebut sesuai di dalam ingatan. Hasil dari proses
tersebut dikenal dengan istilah schemata.
Experiential
Subtheory
Experiential subtheory
atau creative intelligence adalah
suatu kemampuan yang mencakup pemahaman atau insights, sinthetis dan kemampuan
bereaksi terhadap stimulus dan situasi yang sulit yang menuntut tindakan
kreatif dan innovative. Creative
intelligence merefleksikan kemampuan manusia dalam menghubungkan kemampuan
internalnya dengan realitas yang dihadapinya, sehingga mampu melakukan adaptasi
secara kreatif dan innovative terhadap lingkungan atau situasi baru yang
dihadapinya.
Experencial
subtheory mencakup dua aspek yaitu innovasi (novelty) dan otomatisasi (automatization).
Kedua kemampuan ini sangat erat hubungannya dengan inteligensi. Pengukuran
tingkat inteligensi perlu melibatkan kemampuan dalam memecahkan situasi yang
menuntut kreativitas dan innovasi secara cepat dan tepat atau automatization
mengolah informasi yang terkait sehingga dapat dilakukan tindakan yang kreatif
dan innovative.
Contextual
Subtheory
Contextual
subtheory atau Practical Intelligence mencakup kemampuan memahami dan
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Practical
Intelligence dapat dikatakan sebagai kecerdasan yang digunakan dalam memecahkan
masalah konkret di dalam dunia nyata. Practical intelligence adalah integrasi
dari berbagai kemampuan sebagai berikut ini.
1.
Kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan agar dapat mencapaitujuan yang telah ditetapkan.
2.
Kemampuan dalam
mengatur dan memodifikasi lingkungan dalam upaya mencapai tujuan yang
diharapkan.
3.
Kemampuan berpindah
dari rencana yang satu kepada rencana yang lain apabila rencana pertama tidak
berjalan dengan sesuai harapan atau tujuan yang akan dicapai.
Teori
Inteligensi Gardner
Teori ini
dikembangkan berdasarkan keyakinan Gardner bahwa inteligensi tidak hanya
ditentukan oleh satu faktor yang dikenal dengan general intelligence akan tetapi terdiri dari sejumlah faktor.
Teori inteligensi yang ia kembangkan berbasis skill dan kemampuan dalam berbagi
kelompok yang terdiri dari delapan kelompok jenis intilegensi (Gardner, 1983),
yaitu:
1.
Visual-spatial
Intelligence (kecerdasan visual-spatial)
2.
Verbal-linguistic
Intelligence (kecerdasan verbal linguistic)
3.
Bodily-kinesthetic
Intelligence (kecerdasan koordinasi gerak tubuh)
4.
Logical-mathematical
Intelligence (kecerdasa matematika-logis)
5.
Interper/Rytmic
Intelligence (kecerdasan music/rotmik)
6.
Intra
Personal Intelligence (kecerdasan intra
personal)
7.
Naturalistic
Intelligence (kecerdasan naturalistic)
2.
PENGUKURAN
POTENSI INTELIGENSI
Pada
tahun 1890, James McKeen Cattel mengembangkan alat tes inteligensi yang
disebutnya sebagai mental test di fokuskan
pada: waktu yang digunakan dalam bereaksi, makna kata, ketajaman visual, dan
diskriminasi berat.
Binet-Simon
Intelligence Scale
Pada
pertengahan ke-19, Alfred Binet seorang psikologist , Teophile Simon mulai
mendesain suatu tes inteligensi. Tes ini pada mulanya ditujukan untuk
mengetahui anak-anak mental retardasi di antara anak-anak non mental retardasi
dikelas, agar anak-anak dapat berkembang secara optimal. Tes ini menekankan
pada ketrampilan verbal yang memiliki tingkat kesulitan yang teratur.
IQ
= MA x 100
CA
|
Pada perkembangan selanjutnya, istilah diganti
dengan IQ (intelligence quotient)
yang dinyatakan dalam bentuk angka. IQ adalah rasio dari mental age seorang individu dan chronological
age atau usia kronologisnya yang di kalikan dengan 100 seperti di bawah
ini.
Operasi rumus
tersebut dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini.
1.
Seorang anak usia (CA)
10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 10
tahun maka ia memiliki IQ 100 = normal.
2.
Seorang anak usia (CA)
10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 8
tahun maka ia memiliki IQ 80 = di bawah normal.
3.
Seorang anak usia (CA)
10 tahun yang memperoleh skor tes inteligensi setingkat dengan anak usia 12
tahun maka ia memiliki IQ 120 = di atas normal.
Standford
– Binet Intelligence Test
The Standford Binet
Intelligence Scale memiliki banyak keuntungan, akan
tetapi juga mengandung banyak kelemahan. Keuntungan yang diberikan antara lain test
tersebut memberikan standard baku tentang tes inteligensi yang sangat valid
dalam menjelaskan inteligensi seorang individu. Kelemahan test ini adalah
karena keinginan tes tersebut untuk menditeksi individu yang di klasifikasikan
sebagai individu gifted, sehingga tes ini menjadi sangat sulit.
Wechsler
Intelegence Scales
Wechsler
Intelegence Scales biasa disebut deviation
IQ individual, yang ditetapkan berdasarkan skor tes intelegensi yang
diperoleh oleh individu dan hubunganya dengan skor intelegensi individu normal.
Pada hal-hal tertentu lebih baik daripada Stanford Binet Test karena dapat
mencapai rentangan umur dari rentang umur anak sampai umur dewasa dan berisi
subtes-subtes yang dapat menganalisis pola skor individual.
Wechsler Adult Intelegence
Scales
Wechsler
mempublikasikan versi WAIS pertama pada 1939 waktu itu dikenal dengan Wechsler-
Bellevue. Selanjutnya direvisi menjadi WAIS-III. Sejak kematian Wechsler tahun
1981, tes ini direvisi oleh penerbitnya yaitu The Psycoligical Corporation.
Landasan teori
yang menjadi dasar pengembangan WAIS dan tes Wechsler antara lain adalah
keyakinanya bahwa intelegensi merupakan suatu hal yang bersifat rumit yang
melibatkan berbagai jenis kemampuan. Oleh sebab itu, intelegensi bersifat
multifaceted atau multi bentuk. Dengan demikian, suatu tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan intelegensi individu harus dapat merefleksikan multiskill
yang dimiliki idividu tersebut.
Item tes WAIS
mencakup pengetahuan umum, aritmatik, kosa kata, melengkapi gambar yang belum
lengkap, menyusun balok dan gambar, dan menyusun objek.
Wechsler
Intelegence Scales for Children
Wechsler
Intelegence Scales for children atau WISC bukan hanya dikembangkan dalam bentuk
tes intelegensi, akan tetapi juga dikembangkan utuk kebutuhan klinik yang dapat
digunakan oleh para praktisi untuk mendiagnosa ADHA (Attention Deficit
Hyperractivity Disorder) dan kesulitan belajar. Dalam penggunaanya, penentuan
kelainan yang dialami individu t ersebut
di lakukan dengan jalan menganalisis proses yang disebut Pattern Analysis yang
dilakukan dengan membandingkan berbagai skor tes yang diperoleh individu
tersebut dengan hasil tes yang rendah dari kelompok skor tertentu yang ada
dalam tes tersebut. Walaupun demikian, hasil penelitian tidak menunjukan hasil yang
efektif dalam mendiagnosa ADHD atau Learning Dissabillities. Anak ADHD yang
mengikuti WISC secara umum tidak menunjukan skor yang rendah dan memperlihatkan
pola skor yang sama dengan non ADHD.
Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelegence
Merupakan suat
tes yang dibuat dengan beraneka warna yang menarik perhatian anak. Tes ini
digunakan untuk mengukur IQ umum, verbal IQ, performance IQ, and processing
speed dan general language composite. WPPSI merupakan tes yang dapat digunakan
untuk mempredeksi IQ anak terdiri dari serangkaian tes sebagai berikut:
1.
Full scale IQ digunakan
dan menggambarkan fungsi intelektual umum.
2.
Verbal IQ untuk
mengetahui kemampuan dalam memperoleh pengetahuan, alasan rasional dan
perhatian terhadap stimulus verbal.
3. Performance
IQ untuk mengetahui kelancaran mengemukakan alasan rasional, proses spasial,
ketelitian terhadap detail, dan integrasi visual motorik.
Verbal IQ subtes terdiri dari:
1.
Information untuk
mengukur kemampuan mengingat fakta yang telah dipelajari.
2. Vocabulary
untuk mengukur kemampuan dalam pemahaman verbal dan pemahaman terhadap alasan
yang rasional.
Performance IQ subtes
1.
Block design untuk
mengukur kemampuan analisis dan memproduksi kembali berbagai desain abstrak
dengan menggunakan balok.
2.
Matrix reasoning untuk
mengukur kemampuan mengemukakan alasan verbal secar rasional, pemahaman verbal
secar komprehensif, kemampuan untuk mensitetis berbagai jenis informasi yang
berbeda, abstraksi verbal, kemampuan kognitif untuk mengetahui kemampuan dalam
mengemukakan berbagai alternative konsep.
3. Picture
concepts untuk mengukur kemampuan terhadap ide yang abstrak, dan kemampuan
melakukan kategorisasi secara rasional.
WPPSI secara rinci disajikan pada uraian berikut
ini:
1.
Comprehension untuk
mengukur konseptualisasi dan kemampuan mengemukakan alasan rasioanal, kemampuan
mengevaluasi berbgai pengalaman untuk digunakan dalam pemecahan masalah,
ekpresi verbal dan kemampuan dalam menggunakan berbagai informasi praktis yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Picture completion
untuk mengukur persepsi visual, pengaturan peristiwa secara rasional,
konsentrasi, pemahaman tentang objek visual secara detail.
3.
Similarities untuk
mengukur kemampuan mengemukakan alasan verbal secara rasional dan pemahanman
terhadap formasi konsep.
4.
Receptive vocabulary
untuk mengukur kemampuan dalam memahami perintah verbal, diskriminasi visual
dan auditori, auditori memori, proses auditori, dan integrasi persepsi visual,
dengan input auditori.
5.
Object assembly untuk
mengukur kemampuan dalam mengatur persepsi visual, integrasi, dan mensintesis
bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang mengandung arti, alsan rasional yang
ditampilkan secara non-verbal.
6. Picture
naming untuk mengukur kemampuan dalam ekspresi bahasa, kemampuan menarik
informasi yang tersimpan dalam long term memory dan kemampuan dalam asosiasi
stimulus visual yang disajikan bersamaan dengan stimulus bahasa.
3.
KECERDASAN
EMOSI
Emotioal
Intlligence atau EQ adalah temuan baru yang berkaitan dengan intelegensi yang
dikemukakan oleh Daniel Goleman. EQ merupakan hal yang penting dalam
mempertimbangkan perekrutan calon pegawai, dan perencanaan yang dilakukan di
dalam bagian pengembangan SDM, penyelesaian pekerjaan, interwiew, dan seleksi
SDM.
Aspek-aspek
EQ terdiri dari dua aspek yaitu:
1.
Aspek yang berkaitan
dengan pemahaman terhadap diri sendiri
2.
Aspek yang berkaitan
dengan pemahaman terhadap orang lain.
Menurut Golemen EQ terdiri dari domain
yaitu:
1.
Pemahaman terhadap
emosi sendiri
2.
Pengelolaan emosi
sendiri
3.
Memotovasi diri sendiri
4.
Memahami perasaan orang
lain
5.
Menata hubungan dengan
orang lain
Rambu-rambu
dalam meningkatkan EQ di lingkungan kerja
Cery Cherniss dan Daniel Goleman mengembangkan
dan mempromosikan pedoman dalam meningkatkan EQ khusunya di lingkungan kerja
sperti berikut:
1.
Membuka jalan
a. Melakukan
assesmen terhadap kebutuhan organisasi
b. Melakukan
assesmen terhadap individu yang ada dalam organisasi
c. Menyampaikan
hasil assesmen dengan hati-hati
d. Meningkatkan
pilihan belajar
e. Mendorong
partisipasi
f. Nilai-nilai
personal
g. Menyesuaikanharapan
individualMelakukan assesmen terhadap kesiapan dan motivasi untuk melaksanakan
EQ
2.
Melakuan perubahan
kerja
a. Mendorong
hubungan antara pelatih EQ dengan peserta latihan
b. Mengarahkan
perubahan diri dan tujuan belajar
c. Menguraikan
tujuan ke dalam langkah-langkah kecil yang dapat dicapai
d. Menyediakan
kesempatan untuk latihan
e. Memberikan
umpan balik
f. Menggunakan
metode yang dikembangkan berdasarkan pengalaman
g. Membangun
dukungan dari dalam
h. Menggunakan
berbagai model dan berbagai contoh
i.
Mendorong pemahaman
dankesadarn terhadap diri sendiri
3.
Perubahan berkelanjutan
Mendorong penerapan hasil belajar yang
berkaitan dengan pekerjaan
Mengembangkan budaya organisasi yang
mendukung belajar
4.
Evaluasi keberhasilan
akibat perubahan dengan jalan mengevaluasi akibat perubahan terhadap individu
dan organisasi
Spiritual Intelligence
Spirituality
berkaitan dengan apa yang paling penting dalam pengalaman manusia yaitu
berbagai kemampuan dan keterampilan dalam memberdayakan seseorang untuk hidup
secara harmonis dengan nilai hidup yang tinggi dan bergeser dari ketidakmampuan
untuk menjawab kearah tujuan hidup yang jelas (Bowell,2010) yang meliputi:
1. Hati
yang terbuka dan fleksibel
2. Enthusiasm
3. Kesadaran
terhadap pengalaman saat ini dan kehadiran Tuhan
4. Penghargaan
terhadap penerapan nilai-nilai agama
5. Berpedoman
terhadap nilai-nilai tradisional dan kebergaman etnik
Zohar dan
Marshall (1997) mengemukakan bahwa istilah spiritual intelegence sebagai
kemampuan yang membuat seseorang mampu melakukan integrasi kehidupanya yang
mencangkup arti hidup, tujuan hidup,dan motovasi untuk hidup. Spiritual
Inteligence memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Kesadaran akan diri
sendiri yaitu pengetahuan terhadap nilai yang diyakini dan apa yang memberikan
motovasi hidup.
2.
Spontanitas yaitu hidup
dengan memberikan respon terhadap masa dan keadaan yang dihadapi.
3.
Memiliki visi dan nilai
yang ditunjukan melalui keyakinan dan prinsip hidup.
4.
Melihat sesuatu secara
keseluruhan dengan jalan memahami secara luas pola-pola hubungan yang
mengandung makna dan perasaan meiliki.
5.
Gairah hidup yaitu
memiliki kualitas perasaan yang baik danempatik.
6.
Memahami perbedaan
dengan jalan menghargai orang lain dan perbedaan yang dimilikinya.
7.
Mandiri yaitu kemampan
untuk melawan arus dengaorang banyak dan tidak tergantung pada pengaruh satu
orang.
8.
Kemanusiaan yaitu
memiliki kemampuan untuk mengambil perandalam kehidupan.
9.
Kemampuan untuk
mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat fundamental.
10.
Kemampuan untuk
membingkai kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dalam konteks yang lebih
bermakna.
11.
Secara positif dapat
memanfaatkan berbagai perbedaan dengan jalan belajar melalui kesalahan.
12.
Kesediaan untuk
memberikan pelayanan dan memberikan sesuatu yang bernilai.
Robert Emonns
(2000) mendefinisikan spiritual Intelegence sebagai kemampuan yang digunakan
dalam rangka mmecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengemukakan 5
komponen spiritual intelegence seperti di bawah ini:
1.
Kemampuan
mentransformasikan sesuatu yang bersifat fisik ke dalam sesuatu yang bersifat
transcendental.
2.
Kemampuan untuk
memberikan penekanan terhadap berbagai pengalaman yang dialami secara sadar.
3.
Kemampuan untuk mengambil
berkah dalam pengalaman sehari-hari.
4.
Kemampuan untuk
menerapkan sumber-sumber dalam memecahkan masalah.
5.
Kemampuan untuk menjadi
lebih baik.
Frances Vaughan
(2000) mengemukakan pendapatnya tentang spiritual intelligence sebagai sesuatu
yang berkaitan dengan kehidupan dalam pikiran dan spirit dan hubunganya dengan
manusia di dalam dunia. Spirituan intelligence menyangkut kesadara tentang
kenyataan-kenyataan yang ada di bumi yang merefleksikan kreatifitas suatu
kekuatan besar yang dapat dilihat dari berbagai perubahan alam yang ada.
Spiritual intligence bukan hanya sekedar sesuatu yang berkaitan dengan mental
ability, akan tetapi berkaitan dengan sesuatu yang bersifat transedental atau
di lauar akal dan kemampuan manusia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kreativitas
sebagai kontrol terhadap regressi berdasarkan tingkat kesadaran dan kepribadian
yang terdiri dari Id, Ego, dan Super Ego, juga merupakan sebagai aspek
kepribadian yang berkaitan dengan aktualisasi diri selain itu kreativitas juga
berperan sebagai kemampuan mental yang berkaitan dengan tahap-tahap berpikir
yang berpusat pada pemecahan masalah serta kreativitas bisa sebagai aktualisasi
kegiftedan dan keberbakatan. Kreativitas juga dipengaruhi oleh beberapa aspek.
Kreativitas juga berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak usia
kanak-kanak.
Kreativitas juga
berkaitan dengan intelegensi yang merupakan interaksi aktif antara kemampun
yang dibawa sejak lahir dengan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan yang
menghasilkan kemampuan individu untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan
pengetahuan, mengerti makna dari konsep konkrit dan konsep abstrak memahami
hubungan-hubungan yang ada diantara objek, peristiwa, ide dan kemampuan dalam
menerapkan hal diatas untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
American Association for the Advancement
of Science, (1998). Dialogue on Early Childhood Science, Mathematics and
Technology Education. Washington, DC : American Association for the Advancement
of Science.
Anderson
F. Barry, (1975). Cognitive Psychology : The Study of Knowing, Learning &
Thingking. New York : Academic Press\
McInerney
M. Dennis., McInerney Valentine, (1998). Education Psychology : Constructing
Learning. New York : Prentice Hall
Fancher,
R. E. The inteliegence men : Makers of
the IQ controversy. New York : W. W. Norton & Company. 1985
Guilford,
J.P. The Nature of Human Intelligence. New
York : McGraw-Hill. 1967
togel sgp
ReplyDeleteAyo segera
Agen TOGEL 4DPOIN,Online Terpercaya.
Minimal Deposit Dan Withdraw 20.000
Keterangan Lebih Lanjut, Anda Bisa Hubungi Disini.
★ Pin BBM : D1A279B6
★ Pin BBM : 7B83E334
★ Whatsapp : +85598291698
★ Skype : Poin.4D
★ Line : +85598291698