PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI DI MASA KANAK-KANAK PERTENGAHAN DAN AKHIR
A.
Latar
Belakang
Di masa kanak-kanak awal, menurut
Erikson, anak-anak berada di tahap inisiatif versus rasa bersalah. Orang tua
tetap berperan penting dalam perkembangan mereka dan gaya pengasuhan yang otoritatif
cenderung memberikan hasil positif bagi anak-anak. Di masa kanak-kanak awal,
relasi dengan kawan-kawan sebaya mengambil peran signifikan sejalan dengan
meluasnya dunia sosial anak-anak. Bermain menjadi aspek sosial dalam kehidupan
anak-anak dan sebagai konteks yang penting bagi perkembangan kognitif
sosio-emosi.
Selama masa kanak-kanak menengah dan
akhir, kehidupan sosial dan emosional anak-anak mengalami banyak perubahan.
Mereka mengalami transformasi dalam berelasi dengan orang tua dan kawan-kawan
sebaya, dan sekolah juga memperkaya kehidupan akademik mereka. Disamping itu
mereka juga mengalami perkembangan yang penting dalam bidang konsepsi-diri,
penalaran moral, dan perilaku moral. Singkatnya di masa kanak-kanak pertengahan
dan akhir, deskripsi-diri semakin melibatkan karakteristik sosial dan
psikologis, termasuk perbandingan sosial.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perkembangan
emosi dan kepribadian di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir?
2.
Bagaimana perubahan
perkembangan pada relasi anak-orang tua, orang tua sebagai manajer, dan
perubahan sosial dalam keluarga?
3.
Bagaimana perubahan
dalam relasi dengan kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir?
4. Apa
saja aspek-aspek sekolah dalam perkembangan anak di masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mendiskusikan
perkembangan emosi dan kepribadian di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.
2. Mendeskripsikan
perubahan perkembangan pada relasi anak-orang tua, orang tua sebagai manajer,
dan perubahan sosial dalam keluarga.
3. Mengidentifikasi
perubahan dalam relasi dengan kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir.
4. Mencirikan
aspek-aspek sekolah dalam perkembangan anak di masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Emosi dan
Kepribadian
Perkembangan
emosi dan kepribadian selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir meliputi:
Diri, Perkembangan Emosi, Perkembangan Moral dan Gender.
1. DIRI
Bagaimanakah
sifat dasar dari pemahaman diri, memahami orang lain, dan penghargaan diri di
usia sekolah dasar? Bagaimana peran self-efficacy
terhadap prestasi anak.
Perkembangan
Pemahaman-Diri. Di masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir, anak-anak semakin mendeskripsikan diri mereka sendiri dengan
karakteristik psikologis dan sifat-sifat yang berlawanan dengan deskripsi diri
anak-anak kecil yang konkret. Anak-anak yang lebih besar cenderung
mendeskripsikan mereka sendiri sebagai “popular,
baik, suka membantu, kejam, cerdas, dan bodoh”
Anak-anak usia
sekolah dasar tidak lagi berpikir mengenai apa yang mereka lakukan atau tidak
lakukan, melainkan cenderung berpikir apa yang dapat dilakukannya dibandingkan
dengan yang dapat dilakukan oleh anak lain.
Singkatnya, di masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir, deskripsi-diri semakin melibatkan karakteristik sosial
dan psikologis, termasuk perbandingan sosial.
Memahami
Orang Lain. Di masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir, anak-anak menunjukkan peningkatan dalam pengambilan perspektif (perspective taking), yaitu kemampuan
untuk mengasumsikan perspektif orang lain serta memahami pikiran dan
perasaannya. Pada sekitar usia 6 hingga 8 tahun, anak-anak mulai memahami bahwa
orang lain memiliki perspektif karena beberapa orang memiliki akses terhadap
informasi. Dalam beberapa tahun kemudian, anak-anak menyadari bahwa setiap individu
menyadari perspektif orang lain dan bahwa meletakkan seseorang dalam posisi
orang lain adalah cara untuk menilai maksud, tujuan dan tindakan orang lain.
Pengambilan perspektif
terutama dianggap penting dalam hal apakah anak-anak mengembangkan perilaku dan
sikap-sikap proposial ataukah antisosial.
Dalam hal perilaku proposial, mengambil perspektif orang lain
meningkatkan kecenderungan anak-anak terhadap pemahaman dan bersimpati kepada
orang lain ketika mereka tertekan atau sedang membutuhkan. Dalam hal perilaku
antisosial, anak-anak yang tingkat keterampilan pengambilan perspektifnya
rendah terlibat dalam perilaku antisosial daripada anak-anak dengan tingkat
yang lebih tinggi.
Penghargaan-Diri
dan Konsep-Diri. Penghargaan diri yang tinggi dan
konsep diri yang positif merupakan karakteristik penting yang mengindikasikan
kesejahteraan anak-anak. Penghargaan diri merujuk pada evaluasi global mengenai
diri; penghargaan diri disebut juga martabat diri atau citra diri. Konsep diri
merujuk pada evaluasi mengenai bidang bidang tertentu dari diri.
Anak-anak dengan
penghargaan diri yang tinggi memiliki inisiatif lebih besar, meskipun demikian
hal ini dapat memberi dampak positif maupun negative. Anak-anak dengan
penghargaan diri tinggi juga rentan untuk melakukan tindakan prososial maupun
antisosial.
Selain itu, begitu
banyak anak yang memperoleh pujian meskipun performa mereka tergolong
biasa-biasa saja atau bahkan buruk. Mereka mungkin akan kesulitan menghadapi
kompetisi dan kritik.
Self-Efficacy.
Adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai
sebuah situasi dan memberikan hasil yang menguntungkan. Self efficacy merupakan sebuah faktor yang penting dalam menentukan
berhasil tidaknya seorang siswa. Para siswa dengan self efficacy yang tinggi akan mampu mempelajari materi pelajaran
dan mampu menyelesaikan dengan baik.
Menurut Schunk, self efficancy mempengaruhi pilihan
aktivitas siswa. Para siswa dengan self efficancy yang rendah dalam belajar,
mungkin menghindari tugas belajar, khususnya tugas-tugas yang menantang.
Sebaliknya para siswa dengan self
efficancy tinggi mungkin tidak sabar untuk segera menyelesaikan tugas-tugas
belajar. Para siswa dengan self efficancy
tinggi cenderung menghabiskan lebih banyak untuk mempelajari sebuah tugas
dibandingkan dengan self efficancy
yang rendah.
Regulasi
Diri. Meningkatnya kapasitas regulasi diri
dicirikan dengan usaha mengelola perilaku, emosi dan pikiran yang menghasilkan
kompetensi sosial dan pencapaian. Penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak dari
keluarga berpenghasilan rendah yang memiliki tingkat regulasi diri tinggi
nilai-nilainya lebih baik dibanding anak-anak dengan tingkat regulasi diri
rendah.
Industri
versus Inferioritas. Istilah industri
menunjukkan tema dominan periode ini: anak-anak tertarik pada asal mula benda
dan cara kerjanya. Ketika anak-anak didorong untuk berusaha membuat, membangun,
dan menjadikan benda itu bekerja - perasaan mereka terhadap industry meningkat.
2.
PERKEMBANGAN
EMOSI
Di masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir, anak-anak mengembangkan pemahaman dan regulasi diri
terhadap emosi.
Perubahan
Perkembangan. Perubahan perkembangan yang penting
dalam emosi semasa kanak-kanak menengah dan akhir mencakup hal-hal berikut ini:
-
Meningkatkan pemahaman
emosi
-
Meningkatkan pemahaman
bahwa dalam sebuah situasi kita dapat mengalami lebih dari satu emosi.
-
Meningkatkan
kecenderungan untuk lebih menyadari kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi
emosi.
-
Meningkatnya kemampuan
untuk menekan atau mengungkapkan reaksi-reaksi emosi yang negative.
-
Menggunakan strategi
inisiatif diri untuk mengarahkan kembali perasaan-perasaan.
-
Kapasitas untuk
berempati secara tulus.
Copying
terhadap Stres. Berikut ini adalah sejumlah
rekomendasi yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak mengatasi stress yang
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
-
Meyakinkan anak-anak
akan keselamatan dan keamanan mereka
-
Membiarkan anak-anak
menceritakan kembali berbagai peristiwa yang dialami dan bersikap sabar ketika
mendengarkan cerita mereka.
-
Mendorong anak-anak
untuk menceritakan perasaan yang mengganggu atau membingungkan, meyakinkan
mereka bahwa perasaan tersebut normal setelah kejadian yang membuat stress.
-
Melindungi anak-anak
agar tidak dihadapkan pada situasi yang mengejutkan dan dapat mengingatkan
kembali pada trauma tersebut.
-
Membantu anak-anak
untuk memahami peristiwa yang mereka alami.
3. PERKEMBANGAN MORAL
Tahap-tahap
Kohlberg. Kohlberg mendeskripsikan tiga level
pemikiran moral, masing-masing level terdiri dari dua tahap.
1) Penalaran
prakonvesional (peconventional reasoning)
adalah level terendah dari penalaran moral. Dalam level ini, baik dan buruk
diinterprestasikan berdasarkan hadiah dan hukuman eksternal.
-
Tahap 1. Moralitas
heteronomy (heteronomous morality). Dalam
tahap ini, pemikiran moral terkait dengan hukuman.
-
Tahap 2.
Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran (individualism, instrumental purpose and exchange). Dalam tahap ini,
individu berpikir bahwa berusaha memuaskan kepentingannya sendiri adalah layak
dan mereka juga membiarkan orang lain bertindak serupa.
2) Penalaran
konvensional (conventional reasoning). Dalam level ini, individu menerapkan
standard-standard tertentu, namun standard-standard itu ditetapkan oleh orang
lain.
-
Tahap 3. Ekspektasi
interpersonal timbal-balik, relasi, dan konformitas interpersonal (mutual interpersonal expectations,
relationships, and interpersonal conformity). Pada tahap ini, individu
menilai kepercayaan, kepedulian, dan loyalitas terhadap orang lain sebagai
dasar dari penilaian moral.
-
Tahap 4. Moralitas
sistem sosial (social system morality).
Penilaian moral didasarkan pada pemahaman mengenai aturan sosial, hokum,
keadilan dan tugas.
3) Penalaran
pascakonvensional (postconventional
reasoning). Pada level ini, individu mengenali kembali berbagai alternative
pelajaran-pelajaran moral, mengeksplorasi berbagai pilihan, dan memutuskan
berdasarkan kode moral personal.
-
Tahap 5. Kontrak sosial
atau kegunaan dan hak-hak individu (social
contract or utility and individual rights). Pada tahap ini, individu
bernalar bahwa berbagai nilai, hak, dan prinsip melandasi atau melampaui hokum.
-
Tahap 6. Prinsip etika
universal (universal ethical principles).
Pada tahap ini individu mengembangkan sebuah standard moral berdasarkan hak-hak
manusia yang bersifat universal.
Kepribadian
Moral. Para peneliti memfokuskan perhatian pada
tiga kemungkinan komponen, yakni: identitas moral, karakter moral, dan
contoh-contoh moral. Singkatnya, perkembangan moral merupakan sebuah konsep
yang multiaspek dan kompleks. Kompleksitas ini mencakup pemikiran, perasaan,
perilaku, dan kepribadian.
4.
GENDER
Persamaan
dan perbedaan gender meliputi: perkembangan
fisik, wanita cenderung memiliki lemak tubuh dua kali lebih banyak dibandingkan
pria. Perkembangan kognitif, meskipun secara rata-rata kemampuan visuospatial
pria lebih tinggi daripada wanita, namun skor untuk kedua gender ini hampir
sama. Tidak semua pria memiliki kemampuan visuospatial yang lebih baik dari
semua wanita. Perkembangan sosioemosi, para anak laki-laki secara fisik lebih
agresif dibandingkan para anak perempuan. Anak perempuan cenderung
mengekspresikan emosi mereka secara terbuka dan intensif daripada anak
laki-laki, terutama ketika menunjukkan kesedihan dan rasa takut. Anak perempuan
juga lebih dapat membaca emosi orang lain serta dapat menunjukkan empati.
Klasifikasi
peran gender. Para ahli gender, seperti Sandra Bem
berpendapat bahwa individu androgini memiliki sifat yang lebih fleksibel,
kompeten dan sehat mental dibandingkan individu yang hanya memiliki sifat maskulin
atau feminim. Contoh maskulinitas yaitu mendukung keterbukaan, kuat, bersedia
mengambil resiko, dominan dan agrasif. Contoh kefeminiman yaitu tidak berbahasa
kasar, penuh kasih, menyayangi anak-anak, memahami orang lain, dan lembut.
Gender
dalam konteks. Baik konsep mengenai gender dan
stereotip gender mengkaji manusia menurut sifat-sifat kepribadian seperti
“agresif” atau “peduli”. Pentingnya memerhatikan gender dalam konteksnya lebih
terlihat ketika mempelajari perilaku apa yang secara budaya telah ditentukan
untuk wanita dan pria di berbagai Negara di seluruh dunia. Pria bersosialisasi
dan di didik untuk bekerja di lingkungan public, sedangkan wanita di lingkungan
pribadi.
B. Keluarga
1.
PERUBAHAN
PERKEMBANGAN DALAM RELASI ORANG TUA-ANAK
Ketika anak-anak menuju
masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, orang tua semakin sedikit menghabiskan
waktu bersama mereka. Meskipun orang tua meluangkan waktu lebih sedikit dengan
anak-anak, orang tua tetap sangat penting dalam kehidupan anak-anak mereka.
Dalam analisis terbaru mengenai kontribusi orang tua di masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir, tercapai kesimpulan berikut: “orang tua berperan sebagai
penjaga dan memberikan penyaring ketika anak-anak menganggap tanggung jawab
yang lebih, dan mengatur kehidupan mereka sendiri”. Tugas perkembangan utama
ketika anak-anak bergerak menuju onotomi adalah belajar berelasi pada orang
dewasa di luar keluarga secara regular.
2.
ORANG
TUA SEBAGAI MANAJER
Orang tua berperan
penting sebagai manajer bagi kesempatan-kesempatan yang dimiliki anak-anak,
seperti mengawasi perilaku mereka, dan juga sebagai inisiator sosial serta
pengarah. Ibu cenderung lebih berperan sebagai manajer dalam pengasuhan
daripada ayah.
Peneliti telah
menemukan bahwa praktik manajemen keluarga secara positif terkait dengan
nilai-nilai siswa dan tanggung jawab diri, dan terkait secara negative terhadap
masalah yang tekait sekolah. Diantara praktik manajemen keluarga yang paling
penting dalam hal ini adalah mempertahankan struktur organisasi lingkungan
keluarga.
3.
KELUARGA
TIRI
Dalam analisis
longitudinal terbaru dari E. Mavis Hetherington (2006), anak-anak dan remaja
yang tinggal di keluarga tiri sederhana setelah beberapa tahun telah
menyesuaikan diri dan mulai berfungsi dengan lebih baik dibandingkan dengan
anak-anak dan remaja di keluarga yang tidak bercerai namun berkonflik, dan juga
keluarga tiri yang kompleks. Hatherington menyimpulkan bahwa di keluarga tiri
sederhana yang telah lama berlangsung, remaja diuntungkan dengan kehadiran
orang tua tiri dan sumber daya yang diberikan oleh mereka.
Masa remaja secara
khusus adalah masa yang sulit dalam berhadapan dengan terbentuknya keluarga
tiri. Penyebabnya menjadi anggota dari keluarga tiri memperburuk kekhawatiran
remaja normal mengenai identitas, seksualitas, dan otonomi.
C. Kawan-kawan sebaya
1.
PERUBAHAN
PERKEMBANGAN
Para peneliti
memperkirakan bahwa persentase waktu yang digunakan di dalam interaksi sosial
dengan kawan-kawan meningkat dari sekitar 10 persen di usia 2 tahun hingga 30
persen di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.
2.
STATUS
KAWAN SEBAYA
Para ahli perkembangan
membedakan lima status kawan sebaya sebagai berikut.
·
Anak-anak yang popular
sering kali dipilih sebagai sahabat dan jarang tidak disukai oleh kawan
sebayanya.
·
Anak yang rata-rata
memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negative oleh
kawan sebayanya.
·
Anak yang diabaikan
jarang dipilih sebagai sahabat namun bukan karena tidak disukai oleh kawan
sebayanya.
·
Anak yang ditolak
jarang dipilih sebagai sahabat dan secara aktif tidak disukai oleh kawan
sebayanya.
·
Anak yang controversial
sering dipilih sebagai sahabat namun umumnya tidak disukai oleh kawan
sebayanya.
John Coie memberikan
tiga alasan mengapa anak laki-laki yang agresif
dan ditolak kawan-kawan memiliki masalah dalam relasi sosialnya:
·
Lebih impulsive dan
memiliki masalah dalam mempertahankan atensi.
·
Lebih reaktif secara
emosi, mereka lebih mudah marah dan lebih sulit tenang sesudahnya.
·
Kurang memiliki
keterampilan sosial yang diperlukan untuk berkawan dan mempertahankan relasi
yang positif dengan kawan sebaya.
3.
KOGNISI
SOSIAL
Kognisi sosial
anak-anak mengenai kawan sebaya menjadi semakin penting untuk memahami relasi
kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Salah satu yang menjadi
minat khusus adalah cara anak-anak memproses informasi mengenai relasi kawan
sebaya dan pengetahuan sosial mereka.
Kenneth Dodge (1983)
menyatakan bahwa anak-anak melalui lima langkah dalam menginterprestasikan
dunia sosial mereka. Mereka membaca isyarat sosial, menginterprestasi, mencari
respons, memilih respons yang optimal, dan bertindak. Dodge menemukan bahwa
anak laki-laki yang agresif cenderung memandang tindakan anak lain sebagai
musuh ketika intense anak itu tidak jelas.
4.
BULLYING
Bullying diartikan
sebagai perilaku verbal atau fisik yang dimaksudkan untuk menyerang orang lain
yang kurang kuat. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang cemas, secara
sosial menarik diri dan agresif memiliki kecenderungan lebih besar untuk
menjadi korban bullying.
Sebuah studi terbaru
mengindikasikan bahwa pelaku dan korban bullying di masa remaja cenderung
mengalami depresi dan bahkan berniat mencoba bunuh diri daripada yang tidak
terlibat bullying. Studi lainnya mengungkap bahwa pelaku atau korban bullying
bermasalah terhadap kesehatannya daripada anak-anak yang tidak terlibat
bullying.
5.
SAHABAT
Williard Hartup (1983,
1996, 2009) menyimpulkan bahwa sahabat dapat menjadi sumber daya kognitif dan
emosi dari masa kanak-kanak hingga tua. Sahabat dapat meningkatkan penghargaan
diri dan rasa sejahtera.
Secara lebih khusus,
persahabatan anak-anak memiliki 6 fungsi (Gottman & Parker, 1987):
·
Pertemanan. Seseorang
yang bersedia meluangkan waktu bersama mereka dan bergabung dalam aktivitas
kerja sama.
·
Stimulasi. Memperoleh
informasi yang menarik, menggairahkan dan mengasyikkan.
·
Dukungan fisik. Sahabat
member waktu, sumber daya, dan bantuan.
·
Dukungan ego. Sahabat
memberikan dukungan dan umpan balik yang dapat membantu membina kesan terhadap
dirinya sendiri.
·
Perbandingan sosial.
Memungkinkan anak memperoleh informasi mengenai posisinya di antara anak lain.
·
Afeksi dan keakraban.
Menjalin relasi dengan orang lain. Keakraban dalam sahabat memiliki cirri
adanya keterbukaan diri dan berbagai pikiran-pikiran pribadi.
D. Sekolah
1.
PENDEKATAN
KONTEMPORER TERHADAP PEMBELAJARAN SISWA
Saat ini terdapat
kontroversi mengenai cara mengajar terbaik kepada anak-anak serta bagaimana
sekolah maupun guru bertanggung jawab terhadap pembelajaran siswa.
Pendekatan
Konstruktivis dan Instruksi Langsung. Pendekatan
konstruktivis adalah sebuah pendekatan yang berpusat
pada siswa yang mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam menyusun dan
memahami pengetahuannya melalui bimbingan dari guru. Sebaliknya, pendekatan
instruksi langsung adalah pendekatan yang bersifat terstruktur, berorientasi
kepada guru, yang ditandai oleh adanya pengarahan dan kendali dari guru,
ekspektasi guru yang tinggi terhadap kemajuan para siswa, penggunaan waktu
secara maksimum untuk tugas-tugas akademis, serta usaha untuk menjaga agar efek
negative menjadi minimal. Tujuan penting dari pendekatan instruksi langsung
adalah memaksimalkan waktu belajar siswa.
Akuntabilitas.
Tes yang diwajibkan oleh pemerintah untuk mengukur
hal-hal yang telah atau belum dipelajari oleh siswa. Pendekatan ini menjadi
kebijakan nasional padatahun 2002, ketika UU mengenai No Child Left Behind (NCLB) diresmikan sebagai hukum. Para
pendukung program ini menyatakan bahwa standardisasi tea secara luas akan
memberikan sejumlah efek positif. Efek-efek positif ini meliputi: meningkatnya
performa siswa; meningkatya waktu pengajaran untuk subjek yang dites;
ekspektasi yang tinggi terhadap seluruh siswa; identifikasi terhadap sekolah,
guru, dan administrasi yang buruk; dan meningkatnya kepercayaan pada sekolah
seiring meningkatnya skor-skor tes.
2.
STATUS
SOSIOEKONOMI DAN ETNISITAS
Pendidikan
Para Siswa Berlatar Belakang Penghasilan Rendah. Banyak
anak yang hdup dalam kemiskinan menghadapi masalah-masalah yang menghambat
kegiatan belajarnya. Penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa lingkungan yang tidak mendukung terkait dengan rendahnya
konsistensi, stimulasi, gaya pengasuhan yang menekankan hukuma, sehingga
menjadikan anak yang bermasalah dengan perilaku dan kemampuan verbal. Studi
terbaru lainnya mengungkapkn bahwa semakin lama anak-anak berada dalam
kemiskinan, semakin besar dampaknya terhadap perkembangan kognitif anak.
Etnisitas
di Sekolah. Berikut ini strategi yang digunakan
untuk meningkatkan relasi di antara para siswa yang berasal dari berbagai macam
etnik:
·
Aturlah susunan tempat
duduk di kelas yang memungkinkan pembauran.
·
Mendorong para siswa
untuk memiliki kontrak pribadi yang positif dengan keragaman siswa lain.
·
Mengurangi bias
·
Memandang sekolah dan
komunitas sebagai sebuah tim.
·
Menjadi seorang
mediator budaya yang kompeten.
Perbandingan
lintas budaya. Penelitian yang dilakukan oleh
Harold Stevenson dkk, mengekplorasi alasan rendahnya nilai siswa Amerika
dibandingkan dengan siswa di Asia. Mereka menemukan bahwa guru-guru di Asia
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar daripada guru-guru di
Amerika.
Para orang tua di AS
memiliki ekspektasi yang rendah terhadap pendidikan dan prestasi anaknya
dibandingkan orang tua di Asia. Orang tua di AS meyakini bahwa kemampuan
matematika merupakan faktor bawaan; sedangkan orang tua di Asia mengatakan
bahwa prestasi matematika anak-anak mereka merupakan konsekuensi dari usaha dan
latihan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan sosioemosi
di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir dipengaruhi oleh perkembangan emosi
dan kepribadian, keluarga, kawan-kawan sebaya dan sekolah.
Pada masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir, diri anak semakin menonjol dan perkembangan emosinya
dapat menyangkut emosi-emosi yang kompleks. Di bandingkan di masa kanak-kanak
awal, orang tua meluangkan waktu lebih sedikit di masa kanak-kanak pertengahan
dan akhir. Ketika orang tua bercerai, anak-anak di keluarga tiri mengalami
lebih banyak permasalahan penyesuaian diri di banding anak-anak yang tinggal di
keluarga normal.
Selain itu beberapa
perubahan perkembangan anak juga menyangkut relasi dengan kawan-kawan sebaya
salah satunya adalah meningkatnya waktu yang digunakan dalam interaksi dengan
kawan sebaya secara berkelompok. Anak-anak yang popular sering dipilih sebagai kawan
terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. Seperti halnya orang
dewasa, anak-anak yang saling bersahabat satu sama lain memiliki 6 fungsi, yaitu kebersamaan, stimulasi,
dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial dan afeksi.